Hoho Alkaf, Kades Bertato yang Gunakan Dana Desa Rp308 Juta untuk Usaha Ayam: “Besti-bestiku”

Hoho Alkaf, Kepala Desa yang dikenal nyentrik dengan tato di tubuhnya, menjadi sorotan usai mengalokasikan dana desa sebesar Rp308 juta untuk pengembangan peternakan ayam. Ia menegaskan, penggunaan dana tersebut bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Eko merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Syarat pencalonan hanya meliputi usia minimal 25 tahun, pendidikan minimal SMP atau sederajat, bersedia mencalonkan diri, dan berkomitmen pada Pancasila serta UUD 1945.

FAKTAWARGA – Hoho Alkaf, Kepala Desa yang di kenal nyentrik dengan tato di tubuhnya, menjadi sorotan usai mengalokasikan dana desa sebesar Rp308 juta untuk pengembangan peternakan ayam. Ia menegaskan, penggunaan dana tersebut bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

“Kalau APBDes itu terbatas, paling cuma sekitar Rp1 miliar setahun. Itu pun belum cukup untuk bangun infrastruktur,” ujarnya.

Jauh sebelum duduk sebagai kades, Hoho sudah menunjukkan komitmennya terhadap pembangunan desa. Ia pernah membangun jalan aspal sepanjang 800 meter dengan dana pribadi, menghubungkan dua dusun yang sebelumnya hanya memiliki jalan tanah. Jalan selebar tiga meter itu kini bisa di lalui kendaraan roda empat dan memudah kan mobilitas warga.

Baca juga: Mulyadi Tawik Resmi Pimpin PW IKA PMII Kalbar, Siap Perkuat Barisan Alumni

Meski kehidupannya dulu penuh kenyamanan, Hoho memilih jalan pengabdian. Menurutnya, menjadi kades bukan soal gaji yang hanya sekitar Rp3 juta di tambah penghasilan dari tanah desa melainkan soal pelayanan masyarakat.

“Kalau buat kondangan atau bantu-bantu sosial, ya enggak cukup,” katanya sambil tersenyum.

Ia mengaku tetap menghargai kinerja kepala desa sebelumnya dan bertekad membawa perubahan yang lebih baik bagi warganya. “Yang dulu sudah baik, saya cuma ingin berusaha jadi lebih baik,” ucapnya.

Menanggapi penampilan Hoho yang bertato, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Pemerintahan Desa, Eko Prasetyanto Purnomo Putro, menjelaskan bahwa tidak ada aturan khusus soal penampilan dalam pencalonan kepala desa.

Eko merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Syarat pencalonan hanya meliputi usia minimal 25 tahun, pendidikan minimal SMP atau sederajat, bersedia mencalonkan diri, dan berkomitmen pada Pancasila serta UUD 1945.

“Tidak ada aturan eksplisit soal penampilan. Panitia pemilihan desa tak bisa menolak calon hanya karena bertato. Itu lebih ke persoalan etika,” jelasnya.

Ia menambahkan, keputusan akhir tetap berada di tangan warga. Jika masyarakat mendukung calon bertato, panitia pemilihan tak punya alasan untuk menghalangi.

Eko menyebut bahwa di beberapa daerah, seperti wilayah timur Indonesia, tato justru punya nilai budaya. Karena itu, menyusun regulasi khusus tentang penampilan calon kepala desa dinilai cukup rumit.

“Ini bisa jadi bahan evaluasi kami ke depan, tapi untuk sekarang aturan penampilan masih umum saja,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *