FAKTA WARGA COM – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kalimantan Barat semakin mengkhawatirkan, tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.
Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat hukum dan kebijakan publik sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak, mengkritik sikap pasif pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam menangani persoalan ini.
“Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari Forkopimda untuk membahas atau mencari solusi atas permasalahan PETI. Semua pihak tampak diam, sehingga wajar jika masyarakat merasa resah,” ujarnya, Senin (1/4/2025).
Pelanggaran Hukum yang Dibiarkan
Menurut Herman, pembiaran terhadap aktivitas PETI menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan.
“Tidak ada gunanya berbicara soal pembangunan berwawasan lingkungan jika aktivitas ilegal seperti ini terus di biarkan,” tegasnya.
Baca Juga: DPR Sahkan RUU TNI, Tegaskan Tidak Ada Dwifungsi
Ia juga menyoroti praktik penampungan dan perdagangan emas ilegal yang berlangsung terang-terangan tanpa ada tindakan tegas.
“Semua tahu siapa yang menampung emas hasil PETI dan di mana lokasinya. Namun, hingga kini tidak ada penindakan nyata,” tambahnya.
Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas mengatur sanksi bagi pihak yang menampung, membeli, mengolah, atau memperdagangkan hasil tambang ilegal.
“Pasal 161 menyatakan bahwa pelanggar dapat di pidana hingga lima tahun penjara. Artinya, bukan hanya pelaku PETI yang harus di proses hukum, tetapi juga para penadah emas ilegal,” jelas Herman.
Ia mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk segera bertindak tegas agar kepastian hukum dan keadilan benar-benar di tegakkan, bukan sekadar wacana.




