FAKTA WARGA – Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Muhammad Qodari, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan kajian terkait kebijakan impor BBM satu pintu yang dilaksanakan melalui Pertamina. Menurut Qodari, kajian ini bertujuan untuk memberikan masukan atau menjadi bahan perbandingan bagi kementerian terkait dalam menyusun kebijakan tersebut.
Qodari menyatakan bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah selalu berangkat dari niat baik untuk kemajuan negara, namun karena sifatnya yang kompleks, kebijakan BBM seringkali melibatkan banyak pihak yang dapat memunculkan dampak negatif yang tidak diinginkan.
“Meski kebijakan ini berlandaskan niat baik, masalah sosial yang terlibat bisa menimbulkan implikasi yang tidak terduga,” ujar Qodari. Ia juga membandingkan kebijakan ini dengan situasi mengemudi mobil yang memiliki titik buta, yang memerlukan kewaspadaan lebih.
Untuk itu, pihak KSP akan berusaha untuk mengidentifikasi potensi “blind spot” dalam kebijakan ini agar tidak menimbulkan kontroversi atau kerugian di masa depan. “Kami akan memastikan ada mekanisme yang bisa mengidentifikasi potensi masalah sejak awal,” tambahnya.
Baca Juga: Shell Alami Kendala Pasokan BBM Bensin, Ini Dampaknya di SPBU Jakarta
Sebelumnya, Kementerian ESDM merencanakan untuk melakukan sinkronisasi data pasokan BBM antara SPBU Pertamina dan SPBU milik perusahaan swasta, seperti Shell Indonesia dan BP AKR. Langkah ini bertujuan untuk mencegah kekosongan stok BBM di SPBU swasta dalam waktu dekat.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa sinkronisasi data ini akan mengkonsolidasikan total kebutuhan impor BBM bagi Pertamina maupun SPBU swasta, yang diperkirakan mencapai 1,4 juta kiloliter. Data rinci dari masing-masing badan usaha akan digunakan untuk memastikan kuota impor yang cukup.
“Proses impor akan dilakukan satu pintu untuk menghindari masalah implementasi,” kata Yuliot.




