Fakta Warga – Satu dari 50 aqidah yang wajib di imani adalah bahwa Tuhan itu Maha Berbicara. Persoalannya adalah, apakah cukup mengimani ayat Qur’an sebagai Kalam Tuhan, atau cukup mengimani bahwa Tuhan berbicara kepada Musa AS? Atau cukup dengan mengatakan bahwa alam terhampar sebagai ayat kauniyah, berarti kita mengatakan bahwa Tuhan pernah berbicara, lalu setelah itu Dia bisu. Padahal, bisu-nya Tuhan itu mustahil. Jika di katakan Tuhan berbicara lewat ilham, lalu bagaimana dengan orang yang tidak pernah menerima ilham? Apakah Tuhan hanya berbicara kepada orang tertentu, sementara kepada yang lain Dia bisu? Bagaimana status keimanan kita jika demikian, sementara di katakan bahwa Tuhan itu.
MUTAKALIMAN
Mutakaliman artinya secara dzatnya Tuhan selalu berbicara. Bukan pernah bicara lalu bisu, atau berbicara kepada orang tertentu tapi kepada yang lain Dia bisu. Tuhan semestinya tidak pernah berhenti berbicara. Namun, Tuhan berbicara tanpa huruf dan tanpa suara, karena suara dan huruf adalah sesuatu yang bersifat materi, dapat di observasi oleh panca indera. Jika sifat Tuhan bersifat material, maka Tuhan juga bersifat materi, dan itu mustahil, karena setiap yang bersifat materi pasti rusak. Tuhan kok rusak? Itu mustahil.
Ya, suara adalah materi karena suara pada hakikatnya adalah getar. Getar pada frekuensi yang mampu di tangkap oleh membran telinga itulah yang di sebut suara. Jika frekuensinya rendah atau terlalu tinggi, maka bukan di sebut suara, tetapi tetaplah di sebut getar. Getar pada frekuensi yang tidak dapat di tangkap oleh telinga dan tidak dapat di tangkap oleh alat apapun, maka bukanlah materi karena tidak dapat di observasi oleh indera.
Getar berasal dari gerak yang bertabrakan. Gerak sendiri menghasilkan getar. Bahkan, semua gerak itu berawal dari getar. Semua getar menghasilkan gelombang, dan gelombang bekerja pada frekuensi tertentu. Frekuensi tertinggi pada gelombang berasal dari getar yang bersifat azali, yaitu getar yang berasal dari Tuhan (jadzbah Ilahiyah).
HUKUM FISIKA
Hukum fisika meyakini bahwa frekuensi yang lebih rendah di kuasai dan di kendalikan oleh frekuensi yang lebih tinggi. Karena frekuensi dari getar ketuhanan adalah yang paling tinggi, maka seluruh frekuensi tunduk patuh pada frekuensi getar ketuhanan. Itulah kenapa di katakan Tuhan menundukkan langit dan bumi, karena tidak ada satupun yang di langit dan di bumi kecuali pasti bergerak. Karena itu, semesta adalah lautan getar, lautan frekuensi.
Dan karena frekuensi getar ketuhanan sangat tinggi, maka tidak dapat di tangkap oleh membran telinga. Karena itu, di katakan Tuhan berbicara tanpa suara dan tanpa huruf.
GETAR KETUHANAN
Getar ketuhanan itu berasal dari lisan Al Qudsi-Nya, di terima oleh manusia melalui dua antena: yang di terima oleh nurani jika di ikuti akan menghasilkan gerak yang menimbulkan daya magnet yang menarik mendekat kepada Tuhan. Sedangkan getar yang di terima oleh antena nafsu, jika di ikuti akan menghasilkan gerak yang menimbulkan gaya magnet bersifat menolak dan menjauh dari Tuhan. Ini karena manusia merupakan madzharul qahri dan madzharul luthfi sekaligus.
Sedangkan getar ketuhanan yang di terima oleh air dan tanah hanya menghasilkan daya magnet yang bersifat mendekat dan patuh sepenuhnya kepada Tuhan, karena mereka adalah madzharul luthfi saja. Karena itu, air dan tanah tidak pernah ingkar terhadap gerak asalnya dalam kepatuhan terhadap hukum Tuhan. Sehingga bagi tanah dan air, semua geraknya adalah wujud kepatuhan kepada Tuhan, sesuai hukum alam yang sudah di tetapkan.
MANUSIA MEMILIKI PILIHAN
Sedangkan manusia memiliki pilihan untuk mengikuti getar dari Tuhan yang di terima melalui nurani atau mengikuti yang di terima melalui nafsu. Pada titik inilah seringkali terjadi gerak manusia yang melanggar dan mengabaikan hukum alam yang telah di tentukan oleh Tuhan. Dan karena kepatuhannya kepada hukum alam yang di tetapkan Tuhan, maka air dan tanah akan bergerak ke arah tekanan yang lebih rendah tanpa peduli siapapun dan apapun yang di lewati. Jika kemudian itu melewati kediaman manusia, maka menjadi bencana. Karena jika gerak air dan tanah tidak menyentuh dan menimbulkan kerusakan bagi manusia dan tempat tinggalnya, maka tidak di sebut bencana.
Maka pada hakikatnya, baik gerak manusia yang menyebabkan kerusakan alam. Maupun gerak air dan tanah yang mematuhi hukum alam, keduanya berasal dari getar ketuhanan. Getar ketuhanan itu adalah Kalam Tuhan, yang selalu terucap dari lisan Qudsi. Hanya saja, karena manusia di beri kemampuan untuk tidak mengikuti getar ketuhanan yang di terima melalui antena nafsu tersebut. Maka pada titik itulah manusia menerima tanggung jawab campur tangan dan peran. Sehingga walaupun perbuatan manusia pada awalnya berasal dari getar ketuhanan, dapat juga di katakan bahwa manusia berperan merusak alam yang menyebabkan bencana.
Namun, keduanya pada hakikatnya adalah Kalam Tuhan. Karena tidak ada satupun isi semesta ini yang tidak bergerak, dan setiap gerak itu berasal dari getar ketuhanan. Karena Tuhan berbicara melalui getar ketuhanan tersebut (jadzbah Ilahiyah), maka dalam setiap gerak kita menemukan Kalam Tuhan. Kalam Tuhan tanpa huruf dan tanpa suara, karena tidak dapat ditulis dengan huruf dan tidak dapat dikatakan sebagai suara, karena frekuensinya sangat tinggi, melampaui kemampuan membran telinga untuk menangkapnya. Namun, Tuhan menyiapkan membran yang sangat halus pada tubuh manusia yang mampu menangkap frekuensi dari getar ketuhanan, yaitu 7 lathifah. Siapa pun yang membran pada 7 lathifahnya telah berfungsi dengan baik, maka akan dapat menangkap getar ketuhanan pada setiap gerak. Dan karena tidak ada yang tidak bergerak, maka semesta pada hakikatnya adalah lautan Kalam Tuhan.
GERAKAN AIR
Gerak air yang melewati tempat tinggal manusia disebut banjir. Banjir terjadi karena air patuh total kepada perintah Tuhan yang tertulis pada hukum alam-Nya, namun bertambah arah menjadi melewati tempat tinggal manusia. Karena manusia lebih memilih mengikuti getar ketuhanan yang diterima melalui antena nafsu, yang menimbulkan gerak menjauhi dan mengabaikan hukum Tuhan pada hukum alam yang telah ditentukan-Nya.
Banjir adalah cara air mengembalikan keseimbangan dan ketertiban semesta atas dasar kepatuhannya terhadap hukum Tuhan. Yang seharusnya tidak perlu terjadi jika manusia lebih memilih mengikuti getar ketuhanan yang diterima melalui nuraninya, dan melakukan gerak seperti air yang patuh total terhadap Tuhan, dengan membaca dan memperhatikan hukum alam yang telah ditetapkan.
(Tohidin, 01 Februari 2025, 01.07 WIB)




