Faktawarga.com – Mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menjadi perbincangan publik.
Sebelumnya Presiden RI Prabowo Subianto melempar wacana kepala daerah seperti gubernur hingga bupati dan wali kota kembali di pilih oleh DPRD. Ia menilai sebagaimana yang di terapkan di negara lain, sistem itu dinilai lebih efisien dan tak menelan banyak biaya.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo di pidatonya di puncak perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, Sentul, Kamis (12/12) malam WIB.
Sistem ini sebelumnya pernah di terapkan di Indonesia sebelum di berlakukannya Pilkada langsung pada 2005.
Seperti halnya sistem lainnya, metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu di pertimbangkan.
Keuntungan Pemilihan oleh DPRD
Salah satu keuntungan utama adalah efisiensi biaya. Pilkada langsung sering kali memakan anggaran besar, baik untuk penyelenggaraan maupun untuk pengamanan. Dengan DPRD sebagai penentu, biaya ini dapat di tekan secara signifikan.
Selain itu, pemilihan oleh DPRD dapat meminimalkan konflik horizontal di masyarakat yang kerap terjadi saat pilkada langsung. Mekanisme ini juga dapat mempercepat proses pemilihan karena hanya melibatkan anggota DPRD.
Kerugian Pemilihan oleh DPRD
Di sisi lain, sistem ini rentan terhadap praktik politik transaksional. Kepala daerah yang dipilih DPRD berpotensi lebih mementingkan kepentingan partai politik atau anggota DPRD di bandingkan aspirasi masyarakat.
BACA JUGA: PKB Dukung Usulan Presiden Prabowo Terkait Pemilihan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Hal ini dapat mengurangi akuntabilitas pemimpin terhadap rakyat. Selain itu, minimnya partisipasi masyarakat dalam proses ini dapat memperlemah demokrasi dan rasa memiliki terhadap keputusan politik yang di ambil.
Kesimpulan
Pemilihan kepala daerah oleh DPRD memang menawarkan solusi untuk menekan biaya dan meminimalkan konflik. Namun, risiko korupsi, oligarki politik, dan berkurangnya keterlibatan rakyat menjadi tantangan besar.
Diskusi lebih mendalam dan evaluasi dampak dari kedua sistem di perlukan agar dapat menentukan model terbaik yang sesuai dengan prinsip demokrasi dan kebutuhan bangsa.
(*)




