Faktawarga.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, buka suara menanggapi kritik dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait program siswa bermasalah yang dikirim ke barak militer.
KPAI sebelumnya menyoroti adanya ancaman dari guru bimbingan konseling (BK) kepada siswa yang menolak mengikuti program tersebut. Seperti ancaman tidak naik kelas, serta kekhawatiran bahwa program itu berpotensi melanggar hak anak.
Dedi menyampaikan apresiasi kepada KPAI yang konsisten memberikan masukan terhadap kebijakan yang dijalankan. Menurutnya, KPAI adalah lembaga yang berkompeten dan memiliki tugas utama melindungi anak-anak Indonesia.
Namun, dia juga menegaskan bahwa langkah yang diambilnya bersama para bupati dan wali kota di Jawa Barat merupakan bentuk tanggung jawab dan kemanusiaan untuk menangani persoalan kompleks anak-anak di daerahnya.
Ia memberikan ilustrasi, saat terjadi bencana, mungkin tenaga medis yang menangani korban hanya perawat atau mantri, bukan dokter spesialis. Namun, jika tidak melakukan apa-apa, itu adalah sebuah dosa.
Sama halnya dengan kondisi anak-anak bermasalah saat ini. Dedi mengaku merasa berdosa bila tidak melakukan tindakan meski kondisinya sudah genting.
Baca Juga: BUMDes vs Kopdes Merah Putih? Menteri Yandri Bongkar Fakta Sumber Dananya
Lebih lanjut, Dedi menyampaikan tugas yang jauh lebih berat dari program barak militer. Setiap hari ia menerima laporan tentang kasus pelecehan seksual anak di bawah umur.
Korban pelecehan ini bahkan berasal dari lingkungan keluarga sendiri seperti ayah kandung, ayah tiri, paman, hingga kakek. Tidak hanya itu, pelaku pelecehan juga ditemukan di kalangan oknum guru ngaji di hampir setiap kabupaten/kota di Jawa Barat.
Karena itu, Dedi mengajak KPAI untuk turun langsung ke daerah-daerah dan memperkuat perlindungan anak-anak. Ia berharap kerja sama antara pemerintah dan KPAI bisa berjalan lebih intens agar anak-anak di seluruh Indonesia mendapatkan perlindungan yang layak, tidak hanya di Jakarta.
Kritik KPAI terhadap Program Barak Militer
Di sisi lain, Wakil Ketua KPAI, Jastra Putra, mengungkapkan hasil kunjungan ke barak militer di Purwakarta dan Lembang. Ia menyampaikan adanya ancaman dari guru BK kepada siswa yang menolak mengikuti program tersebut, yakni kemungkinan tidak naik kelas.
Temuan lain yang mengkhawatirkan adalah tiga sekolah di Purwakarta tidak memiliki guru BK sama sekali, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang memberi rekomendasi agar pelajar mengikuti program barak militer.
Jastra juga menyebut minimnya layanan bimbingan konseling di keluarga dan sekolah sebagai penyebab utama masalah perilaku anak. Kurangnya psikolog profesional, pekerja sosial, dan guru BK membuat pelayanan konseling tidak optimal, sehingga anak-anak kurang mendapat pendampingan yang tepat.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menambahkan kekhawatiran bahwa program tersebut berpotensi melanggar hak anak karena tidak adanya asesmen dari psikolog profesional sebelum anak-anak dikirim ke barak militer. Sekitar 6,7 persen anak yang mengikuti program tidak tahu alasan mereka dikirim ke sana, menandakan perlunya pengawasan lebih ketat agar hak anak tidak terabaikan.




