Aturan Mangrove Disorot, Mulyadi Tawik: Jangan Rugikan Warga

Polemik hutan mangrove batu ampar
Anggota DPRD Kalbar Dapil Kubu Raya-Mempawah, Mulyadi Tawik.

Fakta Warga – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 yang melarang eksploitasi hutan mangrove memicu kekhawatiran mendalam di kalangan petani arang bakau di Batu Ampar, Kalimantan Barat. Polemik ini kemudian mendapat tanggapan dari Anggota DPRD Kalbar Dapil Kubu Raya-Mempawah, Mulyadi Tawik.

Ia meminta pemerintah daerah segera turun tangan mencari solusi terbaik demi menjaga keberlanjutan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari usaha arang bakau secara turun-temurun.

“Jangan sampai aturan ini mematikan ekonomi rakyat kecil yang telah puluhan tahun hidup dari arang bakau,” tegas Mulyadi saat dikonfirmasi via WhatsApp, Sabtu (12/7/2025).

Menurut Mulyadi, pelarangan eksploitasi mangrove memang bertujuan baik, yakni melindungi ekosistem pesisir.

Namun implementasinya tak bisa serta merta karena menyangkut hajat hidup masyarakat Batu Ampar yang selama ini memproduksi arang secara konvensional tanpa alat berat.

“Justru yang merusak lingkungan adalah perusahaan-perusahaan tak berizin yang menebang mangrove dengan alat berat, lalu mengekspor arang secara ilegal tanpa kontribusi apa pun bagi daerah,” ungkap Ketua DPW PKB Kalbar itu.

Baca Juga: Jainal Abidin Desak Polisi Tuntaskan Kasus Pelecehan Siswi di SMPN 4 Retok

Ia menyebut, perusahaan-perusahaan tersebut bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga menyengsarakan masyarakat karena membeli arang dari warga dengan harga sangat rendah. Lebih parah lagi, ekspor arang dilakukan secara ilegal ke luar negeri dan tidak tercatat sebagai pendapatan daerah.

Mulyadi menekankan, jika pemerintah ingin menerapkan aturan baru, maka harus dilakukan secara bertahap dengan pendekatan persuasif dan sosialisasi yang masif. Ia mengusulkan agar Pemkab Kubu Raya mengambil langkah bijak, seperti:

  1. Membatasi areal garapan masyarakat.
  2. Menerapkan sistem tebang-tanam secara berkelanjutan.
  3. Mencari skema transisi usaha yang ramah lingkungan.
  4. Menyediakan alternatif lapangan kerja baru bagi masyarakat terdampak.

“Solusinya bukan larang total. Tapi pembinaan, zonasi, dan pemberdayaan. Masyarakat tetap bisa hidup, hutan tetap lestari,” jelas Mulyadi.

Terkait penangkapan 84 ton arang bakau oleh TNI AL belum lama ini, Mulyadi juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengumumkan identitas perusahaan pemilik barang tersebut dan memberi sanksi tegas.

“Harus terbuka. Jangan yang kena justru masyarakat kecil, sementara pelaku besar dibiarkan bebas,” tutup Mulyadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *