Fakta Warga – Perjalanan panjang untuk mewujudkan pemerintahan yang adil dan berpihak pada rakyat sangat bergantung pada sejauh mana masyarakat terlibat aktif dalam mengawal jalannya pemerintahan.
Seringkali kita berpikir bahwa tugas warga negara selesai setelah pemilu atau pilkada usai, ketika suara terakhir dihitung dan pemenang diumumkan. Padahal, justru setelah itu masyarakat memiliki peran yang jauh lebih penting: memantau janji-janji kampanye, mengkritisi kebijakan publik, serta menjaga agar penyelenggara negara tetap bekerja secara jujur dan transparan.
Realitanya, partisipasi politik di Indonesia masih bersifat temporer. Euforia politik hanya terasa saat kampanye atau hari pencoblosan, namun segera meredup setelahnya.
Padahal, kesadaran politik bukan hanya soal datang ke TPS lima tahun sekali. Ia adalah bagian dari kedewasaan warga negara dalam memahami keputusan-keputusan publik yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari. Kesadaran seperti ini tak bisa muncul secara instan, melainkan harus dibentuk melalui proses pendidikan politik yang terus-menerus.
Baca Juga: Pionir Kreatif Muda Kritisi Gubernur soal Penanganan Kenakalan Remaja di Kalbar
Miriam Budiardjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik menekankan pentingnya kesadaran politik sebagai indikator kedewasaan warga dalam sistem politik. Semakin tinggi kesadaran politik, semakin besar pula peluang terwujudnya demokrasi yang substantif, bukan sekadar prosedural.
Sayangnya, ketika warga hanya terlibat saat momentum politik seperti pemilu dan pilkada, lalu kembali apatis setelahnya, demokrasi tak lebih dari rutinitas formal tanpa makna.
Masyarakat perlu didorong untuk berpikir kritis dan memahami hak serta kewajibannya sebagai warga negara. Mereka juga harus di bekali kemampuan memilah informasi, agar tidak mudah terjebak dalam narasi manipulatif yang sering muncul menjelang pemilu. Budaya berdialog dan literasi digital harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sekadar proyek musiman.
Kesadaran politik yang berkelanjutan bisa di mulai dari langkah sederhana: membuat forum diskusi di tingkat RT, aktif dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), menyuarakan pendapat lewat kanal resmi, hingga berbagi edukasi melalui media sosial.
Pemerintah daerah pun harus membuka ruang partisipasi yang luas dan transparan, agar masyarakat merasa terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Karena sejatinya, pemilu dan pilkada hanyalah gerbang awal demokrasi. Perjuangan sebenarnya baru di mulai setelahnya ketika rakyat tetap aktif menjaga agar pemerintahan berjalan sesuai amanat dan tetap berpihak pada kepentingan publik.
Oleh Tirmizi S.Pd — Sekretaris Bidang Ekonomi Pembangunan PB HMI




