FAKTA WARGA – Hari ini saya hanya mendengarkan nyanyian – nyanyian lagu lagu jadul kroncong era tahun 90-an. Tepat pula 21 Juni 2025 Kepenguruan Baru PKC & beberapa PC PMII di lantik di hari yang berdekatan. Saya acungkan jempol dan berikan apresiasi terhadap pelaksanaanya yang berjalan dengan damai , aman dan nyaman.
Saya ingin memberikan pandangan terhadap PMII Kalbar. Melihat PMII Kalbar dari kacamata era kepemimpinan 2014 – 2025. Tidak asing lagi bagi saya dengan mengikuti seluk beluk rekaman panggung sandiwara dan konflik internal – panggung serimonial. Sudah terlalu sering konflik internal – panggung serimonial di pamerkan. Seolah pentas seni yang sedang menari di atas panggung dan di tonton dengan tiket harga murah.
Baca Juga: PMII : Ketua Rayon – PKC Lontang Lantung Cari Makan
Semua kader PMII pasti memahami cita-cita luhur PMII : “Menciptakan generasi muda yang mampu menjadi agen perubahan (Agens Of Change) sosial berbasis nilai nilai Aswaja”. Namun, jika para kader – pengurus – membaca tuntas dan menjadi pantas. Pun jika saya menelaah dengan sedikit membaca Komentar Pujian dari kader kader, justru seolah sangat bangga saat pengurus PKC bisa mendatangkan PB Pmii Ke Kalbar. Bukan saya tidak senang, justru apa yang bisa mereka sampaikan selain hanya serimonial dan Pengurus PB PMII pulang jalan-jalan.
Jika seseorang membaca jelas – menganalisis peta Gerakan PMII Kalbar, justru akan timbul pertanyaan kritis, mau di bawa kemana PMII Kalbar? Kemana arah dan tujuan PMII Kalbar? Pertanyaan ini bukan tanpa sebab. Tapi muncul akibat dari Gerakan para pengurus yang mereka sendiri kebingungan menentukannya, bahkan tidak bisa di elakkan, bahwa mereka menjadi pengurus hanya dorongan Elite Organisasi & Posisi karir yang nantinya di pertanyakan.
Kekosongan Ideologis & Pergeseran Orientasi
Sebagai organisasi yang di dirikan dengan semangat perubahan sosial – berlandaskan nilai – nilai keadilan , kemanusiaan, dan keislaman, hal ini seharusnya menjadi refleksi di era Pelantikan Pmii Kalbar saat ini, jika masih mengikuti tradisi Politik Buruk – Politik Majikan para pendahulu. Bukan tidak mungkin mereka hanya akan menjadi pion permainan yang dengan mudahnya asal ikut tanpa arah dan tak tau jalan.
Ideologis berbasis kerakyatan pun hanya menjadi tulang belulang yang disimpan di emperan sekretariat, atau hanya di pajang di tempat pembuangan sampah yang nantinya tidak ada aroma lagi untuk membicarakan problematika sosial lokal. Padahal jaringan atau relasi kuasa sebagai pemimpin – pengurus yang sudah jelas strukturalis bisa dengan mudah untuk menyampaikan ke pemerintahan.
Tapi sayang seribu sayang, selama mereka tetap dengan teguh menjadi pengurus atas dorongan politik pragmatis – politik majikan – politik balas budi maka hal itu semua akan menjadi bayang – bayangan para leluhur Pmii.
Sifat pragmatisme Pengurus
Pragmatisme sangat berbahaya bagi seorang kader yang baru lahir, tiba tiba pengen cepat cepat jadi pemimpin / pengurus structural di PMII. Banyak buktinya, banyak pengurus tak tau mau bicara apa, diskusi apa, dan mau menyampaikan apa. Lalu asal copy paste tanpa dasar dan landasan yang jelas. Bahkan latar belakang topik pun mereka tidak memahami, selain bernegosiasi untuk program – program kerja serimonialit belaka.
Suka Jalan Jalan & Menghadiri Undangan
Tidak lebih penting jika para pengurus hanya membicarakan problematika masyrakat local, mereka akan lebih memilih untuk menghadiri undangan dan berswafoto dengan berbagai pose foto lalu pulang membawa bingkisan. Inilah fakta bahwa hasil kehadiran dan jalan jalan mereka hanya direkam untuk individu dengan memakai almamater. Itulah pameran realitas kaderisasi yang bahkan pengurusnya sendiri tidak tau pembahasan apa dan seperti apa.
Intelektualitas jadi pakaian
Gelar intelektualitas hanya jadi sandang sebagai seorang yang kuliah. intelektualitas sering kali di hadirkan dalam bentuk formalitas, seperti seminar, diskusi, atau penerbitan buku. Sayangnya, acara tersebut lebih sering berakhir sebagai ajang pencitraan daripada menghasilkan gagasan yang berdampak nyata.
Tentunya sangat sakral jika seseorang menjadi atau masuk sebagai structural di dalam Pmii. Organisasi kepemudaan yang berbasis intelektualititas – literasi – dan diskusi kritis, justru malah hanya diam atau planga -plongo. Ini banyak terjadi dan di temui di dalam kepengurusan PMII , baik Rayon-Komsat-PC-PKC.
Quo Vadis Pengurus PMII Kalbar – PC – Komsat – Rayon
PMII sebagai apa? Organisasi Kemahasiswaan – Aswaja yang jika di baca secara Konteks arah tujuannya jelas, justru kebalikannya bahwa satu contoh untuk kepengurusan PMII belum bisa mengadvokasi problem sosial lokal, lantas apa gunanya di setiap event yang mereka adakan dan ikuti tidak bisa menyampaikan isu sosial local kepada public, yang lahir dari akar rumput. Padahal mereka tau sendiri, bagaimana problem sosial – ekonomi – pertanian di perkampungan ataupun kota. Kenapa hal itu tidak mereka bawa untuk kajian kajian sehingga menemukan titik Solusi yang bisa memperbaiki ketimpangan – kesenjangan sosial – ekonomi dan lain sebagainya di perkampungan.
Jika di perhatikan dengan seksama Pmii sudah tidak perlu lagi di branding dengan berbagai kegiatan serimonialitas , melainkan para Pengurus justru sadar bahwa lebih baik menjadi advokat problem sosial untuk membuat kebijakan pemerintah pro terhadap akar rumput. Contoh seperti harga Hasil Pertanian sayur, buah buahan, palawija, isu narkoba, isu intoleransi, isu radikalisme, isu, ini ikan menjadi hal yang urgent untuk mendukung akar rumput agar mendapatkan hak nya. Baik itu melalui PKC, PC yang berdekatan dengan Pemprov – Walkot – Pembup atau di Tingkat fakultas atau universitas yang juga membidangi advokasi isu di tingkatan tersebut.
PMII Kalbar Terjebak Panggung Serimonial?
2014 – 2025 PMII Kalbar masih memilih berada di posisi mencari aman. Posisi untuk memilih Langkah yang menguntungkan Individu dan Segelintir Politikus Buruk di dalam struktur Pmii. Ini bisa di lihat dengan jelas, siapa yang akan mendapatkan kursi empuk dan saluran program yang menghasilkan keuntungan – sebab kalau rugi mereka akan memilih untuk mencari siapa yang menguntungkan.
Kita lihat secara jelas, kegiatan serimonial di tonjolkan dengan megah, namun minim substansi. Aktivitas pelantikan, seminar, atau perayaan ulang tahun, sangat jelas aspek simbolis dari pada fokus isu strategis masyarakat lokal, konflik agraria, pelestarian budaya, pemberdayaan ekonomi ummat, prostitusi, dll
- Kegiatan formal yang berulang : secara struktur dari tahun ke tahun kegiatan yang sama terus di lakukan berulang – ulang, tanp refleksi siginifikan atas capaian organisasi. Apakah Pmii Kalbar lebih cocok di sebut PMII Serimonialitas? Itu label yang tepat, mungkin.
- Program jangka pendek : Sejak kapan PMII Kalbar punya program jangka Panjang? Program yang berdampak pada Masyarakat Lokal. Hampir nggak ada, selain hanya program yang basisnya asal jalan aja, tanpa dasar dan kajian mendalam. Bahkan output nya pun belum memiliki kejelasan.
PMII Kalbar Memilih Posisi Aman
“Kita sebagai Agen Of Change” Ini ungkapan saat orasi politik di panggung – sambutan & cara rekrutmen anggota baru. Itu jelas termaktub pada isi otak kader kader yang terpilih sebagai Ketua Panitia – Kader Baru – Ketum, hal yang sepertinya jadi wajib untuk disampaikan. Pada kalimat di atas hanya copy paste tanpa membaca konteks, pun jika saya sarankan coba baca Sharon Lee & Steve Miller, 1988, Agent of Change Endang Tri K. Sukarso, 2012, Keberanian Memimpin Sejarah , Saiful A. Imam 2006, dan masih banyak lagi buku – buku yang bagus untuk membentuk nalar kritis.
PMII Kalbar Aktor Pelengkap
Dalam dinamika sosial – politik, Pmii Kalbar terjebak dalam peran sebagai “actor pelengkap” di berbagai aspek : pemerintahan maupun elit local. Tidak bisa di pungkiri bahwa sejak sekitar 2014-2025 Pmii Kalbar kehilangan eksistensinya. Eksistensi yang bisa menyentuh kepada akar rumput.
PMII Kalbar Mulai Redup?
Di balik meja kerja saya, timbul pertanyaan, apa iya Pmii Kalbar hanya bersuara soal kapan perut akan terisi? Mereka enggan menyuarakan kritik sosial pada event apapun, semua topik pembicaraan Pmii Kalbar hanya bicara soal isu nasional, yang Lokasi tidak tau di mana, problem nya apa, dan bahkan untuk pengantar pada isu yang mau di angkat aja mereka kudu melihat H-1 jam atau bahkan H-1 hari atau mereka sendiri tidak tau mau menkaji dari sudut pandang seperti apa dan dari mana.
- Penyebab Internal : pernah dengan bahwa internal pmii atau para pengurus tidak “transparansi” dalam hal apapun, baik itu keuangan, program kerja, penyelesaian masalah, administrasi, dan lain sebagainya. Ini realita internal Pmii yang masih saja menjadi tradisi buruk, dengan pengambilan sikap acuh atau normative.
- Penyebab Eksternal : setiap seseorang yang mau atau baru menjadi pemimpin dalam Tingkat apapun (Rayon, Komsat, PC, PKC) seringkali di tekan oleh segelintir elit organisasi yang memiliki relasi kuasa dan kepentingan. Ini lah yang menyebabkan Gerak PMII terbatas untuk bertindak dan mengambil sikap.
PMII dan Panggung Simbolisme
Karangan Bunga yang di antarkan dan di tujukan kepadamu, memiliki dua arti, arti yang pertama : Pujian atau Apresiasi yang memiliki esensi kamu sudah mati, dan arti yang kedua kamu sudah mati dan sudah memiliki tempat yang seharusnya. Ini lah yang patut saya berikan kepada siapapun yang membaca tulisan saya ini.
Jika kamu tau Pierre Bordieu, kamu pasti memahami konteks struktur sosial, yang selalu di pengaruhi oleh habitus (kebiasaan), modal, dan ranah (field). Saya akan sedikit memberikan penjelasan tegas. Pierre seorang sosiolog kelahiran Prancir, tempat Emmanuel Macron saat ini menjadi presiden.
Pierre Bordiu meninggalkan jejak peninggalannya yakni teori praktik sosial. Salah satu konsep bagian dalam pemikirannya Habitus, Modal & Ranah. Untuk menjelaskan dinamika politik, kekuasaan, dan prilaku sosial dalam tubuh Pmii Kalbar.
- Habitus (kebiasaan): habitus Ini lah yang di lakukan secara terus menerus yang dilakukan oleh Pmii Kalbar. Ia terlahir dan terbentuk dari pengalaman individua tau kelompok sosial. Habitus tidak hanya sekedar kebiasaan biasa, ia lahir dari pola pikir, persepsi dan Tindakan yang terinternalisasi secara tidak sadar, melalui proses sosialisasi. Hal ini bisa di lihat dari Kebiasaan program serimonialitas yang tidak substantif. Kebiasaan yang tidak menguntungkan banyak pihak, sekalipun itu Masyarakat akar rumput. Ia program turun temurun yang di dapat dari pengalaman (kelas, budaya, Pendidikan).
- Modal (Kekuasaan, Uang, Jabatan, Pengakuan) adalah alat untuk menentukan arah dan tujuan Pmii kalbar, pemilik modal yang menentukan, pemilik modal yang mendapatkan keuntungan, ini yang di sebut kepentingan eksternal lebih mendominasi setiap program yang dilakukan.
- Ranah (field) adalah tempat Kompitisi Sosial, ruang sosial, tempat individu atau kelompok bersaing untuk mendapatkan modal. Pierre mendifinisikan “Jaringan Relai Objektfi antara Posisi – Posisi” yang di tentukann oleh distributor modal. (Jenkins, 2010:124).
Dalam ranah, aktor elite atau individu yang memiliki jabatan di PMII bertarung untuk mendominasi dengan memanfaatkan habitus dan modal yang di milikinya. Ini yang terjadi dan realita di dalam tubuh PMII Kalbar. Sehingga tidak heran jika peran peran Pmii Kalbar yang ada sampai saat ini menjadi Pelengkap & Panggung Serimonialitas belaka.
Untuk melihat lebih jauh dan mendalam problematika PMII Kalbar, saya akan memberikan sedikit hasil pengamatan dan analisis point yang saya dapatkan.
- Budaya serimonialitas telah menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Kaderisasi baru sering kali di ajarkan untuk memprioritaskan formalitas daripada substansi.
- Habitus ini di perkuat oleh tekanan dari struktur organisasi pusat yang lebih mengedepankan konsolidasi politik daripada gerakan lokal.
- PMII memiliki modal sosial yang besar dalam bentuk jaringan alumni yang tersebar luas. Namun, modal ini tidak dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan perubahan di tingkat masyarakat.
- Modal budaya, seperti nilai keislaman dan kearifan lokal, juga sering kali terpinggirkan oleh budaya modern yang lebih pragmatis.
Pointer di atas menjadi bagian terpenting dari tulisan ini. Pun jika ada yang membaca baik itu kader aktif – non aktif, ketua atau pengurus structural di dalam tubuh Pmii di Kalbar, baik itu Tingkat terkecil yakni Rayon , gunakanlah sedikitnya tulisan ini menjadi bagian rujukan dan landasan sebagai reformasi adminsitrasi – kepemimpinan – system kaderisasi dan lain sebagainya.
Membangun Kembali Esensis Gerakan PMII Kalbar
Bicara membangun esensi Gerakan PMII Kalbar, selayaknya seorang kader yang masih memiliki rasa sayang pada rumah sendiri. Ini bukan soal egosentrisme kritis yang disampaikan, melainkan untuk reformasi system – system pengelolaan PMII Kalbar agar Kembali pada khittah yang menjadi tujuan dan cita cita PMII secara garis besar.
- Pendidikan kaderisasi subtantif
- Kurikulum kaderisasi harus dirancang ulang untuk membangun pemahaman ideologis yang mendalam, berbalut pada kajian kajian yang meningkat nalar kritis, melalui Gerakan literasi kader.
- Isu isu yang sebelumnya sering membahas isu nasional atau umum, alangkah lebih baik jika focus pada pembahasan isu local di setiap daerah, terkhusus PMII Kalbar. Seperti pelestarian lingkungan, pemberdayaan Masyarakat adat, pemerataan Pendidikan, Pengelolaan sampah, ketahanan pangan, dan lain sebagainya.
- Meningkatkan keberpihakan sosial
- PMII Kalbar perlu aktif dalam isu-isu strategis, seperti konfilik agrarian dll. Yang mempengaruhi kehidupan Masyarakat local.
- Mendorong dan membentuk kaderisasi untuk berkolaborasi dengan masyrakat sipil dan LSM dalam melakukan advokasi. Hal ini akan meningkatkan kualitas kader untuk peka terhadap problem local.
- Transparansi dan akuntabilitas organisasi
- Setiap kegiatan harus memliki dampak yang terukur dan dipertanggungjawabkan kepada anggota serta Masyarakat. Hal ini problem internal dari jaman ke jaman yang tak kunjung selesai sampai sekarang, jika ini dilakukan maka akan meningkatkan kualitas kaderisasi dan organisasi.
- Memanfaatkan teknologi digital
- Menggunakan plaform digital untuk menyuarakan kritik sosial dan membangun komunitas advokasi yang lebih luas.
Saya sedikit berharap, maupun lebihnya bahwa Pmii Kalbar bukang menjadi rumah untuk kepentingan kepentingan elite organisasi atau politikus buruk yang bermodalkan uang – kekuasaan – jabatan ia dengan mudah melontang lantungkan kepengurusan yang sudah berdiri, mereka adalah mahasiswa yang seharusnya meningkatkan – mengembangkan skill sesuai kelimuan yang mereka meiliki dari perguruan tinggi.
Dengan doktrik pragmatis dan propaganda pragmatis yang disampaikan kepada para pengurus, justru membuat mereka menjadi kehilangan arah untuk mengasah skill keilmuan yang mereka miliki. Berbanding terbalik, jika hanya mereka menjadi pion elite organisasi dan sempit mindsetnya justru akan menimbulkan kekakuan terhadap aktivitas esensial pergerakan kader.
Oleh: Bang Hotib




