Faktawarga.com – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani. Angkat bicara soal maraknya aksi premanisme yang di lakukan sejumlah organisasi masyarakat (ormas). Ia menyebut bahwa praktik intimidasi dan kekerasan ini telah memberi dampak serius bagi iklim usaha, terutama di sektor industri manufaktur yang bersifat padat karya.
“Setiap gangguan terhadap kegiatan pabrik atau proyek industri bisa berdampak besar, bahkan membatalkan rencana investasi. Akibatnya, ribuan peluang kerja ikut lenyap, baik secara langsung maupun tidak langsung,” ujar Shinta, Minggu (11/5/2025).
Ia menekankan bahwa kerugian akibat aksi premanisme bukan hanya dirasakan pelaku usaha, melainkan juga merembet ke seluruh ekosistem ekonomi lokal. Dampaknya mencakup rantai pasok, sektor logistik, konstruksi, hingga pelaku UMKM yang menjadi bagian dari aktivitas industri.
Baca Juga: Kebijakan Kirim Siswa ke Barak Militer, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Dilaporkan ke Komnas HAM
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Shinta menyebut sektor manufaktur masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar ketiga di Indonesia, setelah pertanian dan perdagangan. Pada 2024, sebanyak 20 juta pekerja bergantung pada sektor ini.
“Gangguan seperti ini jelas tidak bisa dianggap enteng. Dunia usaha terus berupaya melakukan tindakan nyata untuk meredam dampaknya,” tegasnya.
Shinta menjelaskan bahwa sejauh ini pelaku industri telah mengambil sejumlah langkah strategis, seperti memperkuat koordinasi dengan aparat keamanan, menggandeng masyarakat lokal dalam ekosistem bisnis, hingga mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan kepastian hukum.
Namun, ia mengingatkan bahwa tanggung jawab terbesar tetap berada di tangan negara.
“Premanisme ormas bukan semata urusan pengusaha. Ini menyangkut ketertiban umum dan supremasi hukum. Negara harus hadir dengan tindakan tegas dan konsisten agar dunia usaha bisa berjalan dalam suasana yang aman dan adil,” pungkas Shinta.




